Info Ciamik – Praktisi pendidikan dari Universitas Insan Pembangunan Indonesia, Dr. Masduki Asbari, mengungkapkan kritik terhadap rencana Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) yang akan mengembalikan sistem penjurusan untuk siswa SMA ke dalam tiga jurusan utama, yaitu IPA, IPS, dan Bahasa. Ia berpendapat bahwa hal ini bukan sekadar masalah pemilihan jurusan, melainkan menyentuh arah kebijakan pendidikan nasional yang seharusnya lebih terstruktur dan berkesinambungan.
Dalam sebuah pernyataan yang disampaikan di Tangerang pada hari Selasa, Dr. Masduki menekankan bahwa pendidikan di Indonesia seharusnya memiliki pedoman jangka panjang yang jelas, yang dapat dijadikan pegangan bersama, bukan hanya didasarkan pada gagasan-gagasan baru yang muncul setiap kali ada pergantian menteri. Menurutnya, sistem pendidikan di Indonesia perlu memiliki landasan yang lebih kuat dan terarah, seperti yang tercermin dalam konsep Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) Pendidikan, yang harus bersifat mengikat dan berlaku lintas pemerintahan, sehingga kebijakan yang diterapkan tidak saling tumpang tindih atau membingungkan.
Masduki lebih lanjut menjelaskan bahwa kebijakan pendidikan seharusnya berangkat dari identifikasi masalah yang tepat dan harus memprioritaskan kepentingan siswa. Ia menekankan pentingnya fokus pada masa depan peserta didik dan bukan hanya pada efisiensi sistem yang pada akhirnya bisa mengorbankan perkembangan individu siswa. Menurutnya, kebijakan pendidikan harus diorientasikan pada kebutuhan riil siswa, bukan hanya untuk menyesuaikan sistem pendidikan dengan kepentingan administratif.
Dalam pandangannya, perubahan kebijakan yang terlalu cepat, seperti penggantian sistem penjurusan dengan sistem peminatan yang baru diterapkan satu tahun lalu, menunjukkan bahwa sistem pendidikan Indonesia tidak memiliki arah yang jelas dan konsisten. Masduki menilai bahwa kebijakan untuk mengembalikan sistem penjurusan ke dalam IPA, IPS, dan Bahasa justru akan menghambat potensi siswa. Pembagian yang terlalu kaku ini dianggap akan membatasi perkembangan siswa, terutama di tengah tantangan masa depan yang semakin membutuhkan pendekatan interdisipliner.
Menurutnya, sistem penjurusan yang ketat dan terpisah antara IPA, IPS, dan Bahasa tidak sesuai dengan kebutuhan dunia yang semakin mengarah pada kolaborasi antar disiplin ilmu. Ia berpendapat bahwa tantangan yang dihadapi oleh generasi mendatang tidak bisa diselesaikan dengan cara berpikir yang terkotak-kotak sesuai dengan disiplin ilmu tertentu. Sebaliknya, siswa harus didorong untuk mengembangkan minat mereka secara lintas bidang ilmu, yang akan mempersiapkan mereka lebih baik dalam menghadapi dinamika dunia kerja yang semakin kompleks.
Dr. Masduki juga menyayangkan alasan yang digunakan oleh Kemendikdasmen untuk kembali menerapkan sistem penjurusan, yang disebut-sebut dapat memudahkan seleksi masuk perguruan tinggi. Menurutnya, alasan ini tidak hanya tidak adil, tetapi juga mengalihkan tanggung jawab kepada siswa atas masalah yang sesungguhnya berasal dari sistem pendidikan dan administrasi yang belum fleksibel. Ia menilai bahwa masalah yang ada seharusnya diatasi dengan memperbaiki kesiapan sekolah dan sistem pendidikan secara keseluruhan, bukan dengan mengorbankan siswa yang tidak memiliki kendali atas kebijakan tersebut.
Masduki mengajak para pembuat kebijakan untuk berpikir lebih visioner dan memprioritaskan kepentingan nyata peserta didik. Ia menegaskan bahwa pendidikan yang baik membutuhkan konsistensi, keberanian, dan kepekaan dalam merumuskan kebijakan, serta keberanian untuk menghadapi perubahan yang mendalam. Oleh karena itu, menurutnya, dunia pendidikan di Indonesia membutuhkan arah yang jelas dan kebijakan yang lebih berkelanjutan, bukan hanya perubahan-perubahan kebijakan yang dangkal yang dapat membingungkan dan merugikan masa depan siswa.
Dalam rangka memperbaiki sistem pendidikan, Masduki mengusulkan agar fokusnya lebih diarahkan pada reformasi yang sesungguhnya dalam pendidikan Indonesia, bukan sekadar mengikuti tren kebijakan yang tidak didasarkan pada kebutuhan riil siswa. Ia menegaskan bahwa kebijakan pendidikan harus mampu menyiapkan generasi muda untuk menghadapi tantangan global, bukan hanya untuk memenuhi kepentingan jangka pendek yang bersifat administratif.
More Stories
Rahasia di Balik Segarnya Cocktail: Minuman yang Buat Atmosfer Kian Hidup
Keelokan Ukiran Kayu: Seni Tradisional yang Tidak Lekang oleh Waktu
Memahami Lebih Dekat Bintang Laut, Sang Menawan dari Bawah Lautan